Abstrak
Tujuan dari penulisan
ini adalah ingin mengetahui bagaimana Negara Turki setelah memproklamasikan
negaranya sebagai Negara Republik Turki yang di pelopori oleh Mustafa Kemal
Pasha yang menggantikan sistem pemerintahan kekhilafahan dari segala aspek
menjadi Republik, yang membuat Turki kehilangan sejarahnya. Namun sejarah tidak
akan pernah bisa dihapuskan, karena tetap saja Turki adalah Negara yang pernah
mengemban sistem pemerintahan kekhilafahan.
Kata kunci: Turki, Khilafah,
Nasionalisme, Mustafa Kemah Pasha (Attaturk)
Pendahuluan
Islam oleh sebagian orang hanya dianggap sebagai ritual
agama semata saja, padahal jauh dari itu Islam adalah sebuah peraturan yang
mengikat antara dirinya dan Tuhannya, dirinya dan sesama manusia yang lain
serta dirinya dengan dirinya sendiri. Selain dari pada itu, Islam adalah
peraturan hidup yang dapat menjawab tiga pertanyaan besar yakni dari mana kita
berasal, untuk apa kita hidup, dan akan kemana kita setelah kehidupan ini.
Ketika Islam diterapkan dalam segala aspek akan membawa keberkahan. Itulah yang
terjadi ketika Islam berdiri tegak di dalam sebuah institusi Negara yang
berbentuk dengan khilafah.
Khilafah sendiri adalah kepemimpinan umum yang mampu
memimpin umat menuju keberkahan dan kesejahteraan, namun kekhalifahan itu
sendiri telah berakhir dengan diumumkannya Turki sebagai Negara yang merdeka
dan berbentuk republik yang di pelopori oleh Mustafa Kemal Pasha (Ataturk)
sebagai bapak republik Turki.
Negara Turki adalah negara di dua benua. Dengan luas wilayah
sekitar 814.578 kilometer persegi, 97% (790.200 km persegi) wilayahnya terletak
di benua Asia dan sisanya sekitar 3% (24.378 km persegi) terletak di benua
Eropa. Posisi geografi yang strategis itu menjadikan Turki jembatan antara
Timur dan Barat. Bangsa Turki diperkirakan berasal dari Asia Tengah. Secara
historis, bangsa Turki mewarisi peradaban Romawi di Anatolia, peradaban Islam,
Arab dan Persia sebagai warisan dari Imperium Ustmani dan pengaruh
negara-negara Barat Modern. Hingga saat ini bangunan-bangunan bersejarah masa
Bizantium masih banyak ditemukan di Istanbul dan kota-kota lainnya di Turki.
Yang paling terkenal adalah Aya Sofya, suatu gereja di masa Bizantium yang
berubah fungsinya menjadi masjid pada masa Khalifah Ustmani dan sejak
pemerintahan Mustafa Kemal hingga kini dijadikan museum.
Peradaban Islam dengan pengaruh Arab dan Persia menjadi
warisan yang mendalam bagi masyarakat Turki sebagai peninggalan Dinasti
Ustmani. Islam di masa kekhalifahan diterapkan sebagai agama yang mengatur
hubungan antara manusia sebagai makhluk dengan Allah SWT sebagai Khalik, Sang
Pencipta; dan juga suatu sistem sosial yang melandasi kehidupan bermasyarakat
dan bernegara. Islam yang muncul di Jazirah Arab dan telah berkembang lama di
wilayah Persia, berkembang di wilayah kekuasaan Kekhalifahan Turki dengan
membawa peradaban dua bangsa tersebut. Perkembangan selanjutnya memperlihatkan
pengaruh yang kuat kedua peradaban tersebut ke dalam kebudayaan bangsa Turki.
Kondisi ini menimbulkan kekeliruan pada masyarakat awam yang sering menganggap
bahwa bangsa Turki sama dengan bangsa Arab. Suatu anggapan yang keliru yang
selalu ingin diluruskan oleh bangsa Turki sejak tumbuhnya nasionalisme pada
abad ke-19. Selanjutnya arah modernisasi yang berkiblat ke Barat telah menyerap
unsur-unsur budaya Barat yang dianggap modern. Campuran peradaban Turki, Islam
dan Barat, inilah yang telah mewarnai identitas masyarakat Turki.
Masyarakat Indonesia mengenal Turki sebagai suatu negara
berpenduduk mayoritas Muslim. Kita juga mengenal Turki sebagai bangsa yang
pernah memimpin dunia Islam selama tujuh ratus tahun, dari permulaan abad ke-13
hingga jatuhnya Kekhalifahan Ustmani pada awal abad ke-20. Fenomena kehidupan
masyarakat Turki menjadi menarik ketika negara Turki yang berdiri tahun 1923
menyatakan sebagai sebuah negara sekuler, di mana Islam yang telah berfungsi
sebagai agama dan sistem hidup bermasyarakat dan bernegara selama lebih dari
tujuh abad, dijauhkan peranannya dan digantikan oleh sistem Barat.
Kemunduran dan kehancuran kerajaan Turki Usmani berawal
sejak wafatnya Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1566 M). Sementara pengganti-
penggantinya seperti Salim II (1566-1573 M), Sultan Murad III (1574-1595 M),
Sultan Muhammad III (1595-1603 M), Sultan Ahmad I (1603-1617 M), Mustafa I
(1617-1618 M), dan seterusnya ternyata kurang mampu mempertahankan kejayaan
yang pernah dicapai kerajaan Turki Usmani pada masa-masa sebelumnya. Faktor yang menyebabkan kemunduran kerajaan
Turki Usmani adalah sebagai berikut :
1. Karena amat luasnya kekuasaan Turki
Usmani, administrasi pemerintahannya amat rumit dan komplek. Sementara dilain
pihak memang pengaturannya tidak ditunjang dengan sumber daya yang berkualitas,
malahan keinginannya terus memperluas daerahnya dengan peperangan terus menerus
sehingga banyak mengorbankan tenaga dan waktu bukan dipakai untuk membangun
negara.
2. Beragamnya penduduk, baik ditinjau
dari suku, budaya, bahkan perbedaan agama menyebabkan pengaturannya pun beragam
pula.
3. Karena lemahnya para penguasa
sepeninggal Sulaiman Al-Qanuni akibat dari kepemimpinan para sultan yang lemah
sehingga membuat Negara hancur dan melemah.
4. Maraknya budaya 'pungli' dikalangan
para pejabat yang ingin naik jabatan- jabatan penting, sehingga pudarlah moral
para penguasa Turki.
5. Akibat pemberontakan tentara
Jenissari yang semula pendukung kekuatan Turki Usmani, sekarang menjadi terbalik
menyerang Turki Usmani.
6. Merosotnya perekonomian karena
banyaknya peperangan.
7. Akibat terhentinya kegiatan ilmu
pengetahuan.
Penyebab kemunduran Turki sudah dipaparkan diatas, namun
yang perlu kita perhatikan adalah kemunduran ini disebabkan oleh tumbahnya
nasionalisme di Turki. Nasionalisme yang membawa Turki pada fakta bahwa Turki
meninggalkan kekhilafahan dan merubah tatanan negaranya menjadi republik.
Selain dari pada itu kaum muslimin sendiri mulai mempelajari ilmu pengetahuan
yang ada di Barat, dan mulai terjebak di dalamnya karena tidak dapat memisahkan
antara yang haq dan batil. Padahal sebelumnya orang-ornag Baratlah yang belajar
ilmu pengetahuan kepada kaum muslimin. Terlepas dari itu semua hal yang paling
mempengaruhi dari kemunduran Turki adalah nasionalisme Turki, karena semua
Negara Timur Tengah tengah dilanda nasionalisme yang dibwa oleh Barat.
A.
Konspirasi
Menghancurkan Khalifah
Di dalam
negara, ahli dzimmah-khususnya orang Kristen yang mendapat hak istimewa zaman
Suleiman II, akhirnya menuntut persamaan hak dengan muslimin. Malahan hak
istimewa ini dimanfaatkan untuk melindungi provokator dan intel asing dengan
jaminan perjanjian antara khalifah dengan Bizantium (1521), Prancis (1535), dan
Inggris (1580). Dengan hak istimewa ini, jumlah orang Kristen dan Yahudi
meningkat di dalam negeri. Ini dimanfaatkan misionaris yang mulai menjalankan
gerakan sejak abad 16. Malta dipilih sebagai pusat gerakannya. Dari sana mereka
menyusup ke Suriah (1620) dan tinggal di sana sampai 1773. Di tengah mundurnya
intelektualitas dunia Islam, mereka mendirikan pusat kajian sebagai kedok
gerakannya. Pusat kajian ini kebanyakan milik Inggris, Prancis, dan Amerika
Serikat, yang digunakan Barat untuk mengemban kepemimpinan intelektualnya di
Dunia Islam, disertai serangan mereka terhadap pemikiran Islam. Serangan ini
sudah lama dipersiapkan orientalis Barat, yang mendirikan Pusat Kajian
Ketimuran sejak abad 14.
Gerakan
misionaris dan orientalis itu merupakan bagian tak terpisahkan dari
imperialisme Barat di dunia Islam. Untuk menguasainya, meminjam istilah Imam
al-Ghozali. Islam sebagai asas harus hancur, dan khalifah Islam harus runtuh.
Untuk meraih tujuan pertama, serangan misionaris dan orientalis diarahkan untuk
menyerang pemikiran Islam. Sedangkan untuk meraih tujuan kedua, mereka
hembuskan nasionalisme dan memberi stigma pada khalifah sebagai "Orang
Sakit". Agar kekuatan khalifah lumpuh, sehingga agar bisa sekali pukul
jatuh, maka dilakukanlah upaya intensif untuk memisahkan Arab dengan lainnya
dari khalifah. Dari sinilah, lahir gerakan patriotisme dan nasionalisme di
dunia Islam. Malah, gerakan keagamaan tak luput dari serangan, seperti Gerakan
Wahabi di Hijaz.
Sejak
pertengahan abad ke-18 gerakan ini dimanfaatkan Inggris melalui agennya Ibn
Sa'ud untuk menyulut pemberontakan di beberapa wilayah Hijaz dan sekitarnya,
yang sebelumnya gagal dilakukan Inggris lewat gerakan kesukuan. Walau begitu,
akhirnya gerakan ini bisa dibendung di beberapa wilayah oleh khalifah lewat
Muhammad Ali Pasha, Gubernur Mesir yang ternyata agen Prancis didukung Prancis.
Di Eropa, wilayah yang dikuasai khalifah diprovokasi agar memberontak (abad
19-20 M), seperti kasus Serbia, Yunani, Bulgaria, Armenia dan terakhir Krisis
Balkan, sehingga khalifah Turki Utsmani kehilangan banyak wilayahnya, dan yang
tersisa hanya Turki.
Nasionalisme
dan separatisme telah dipropagandakan negara-negara Eropa seperti Inggris,
Prancis, dan Rusia. Itu bertujuan untuk menghancurkan khalifah Islam. Keberhasilannya
memakai sentimen kebangsaan dan separatisme di Serbia, Hongaria, Bulgaria, dan
Yunani mendorongnya memakai cara sama di seluruh wilayah khalifah. Hanya saja,
usaha ini lebih difokuskan di Arab dan Turki. Sementara itu, Kedunbes Inggris
dan Perancis di Istanbul dan daerah-daerah basis khalifah seperti Baghdad,
Damsyik, Beirut, Kairo, dan Jeddah telah menjadi pengendalinya. Untuk
menyukseskan misinya, dibangunlah 2 markas. Pertama, Markas Beirut, yang
bertugas memainkan peranan jangka panjang, yakni mengubah putra-putri umat
Islam menjadi kafir dan mengubah sistem Islam jadi sistem kufur. Kedua, Markas
Istanbul, bertugas memainkan peranan jangka pendek, yaitu memukul telak
khalifah.
Kedubes
negara Eropa pun mulai aktif menjalin hubungan dengan orang Arab. Di Kairo
dibentuk Partai Desentralisasi yang diketuai Rofiqul 'Adzim. Di Beirut, Komite
Reformasi dan Forum Literal dibentuk. Inggris dan Prancis mulai menyusup ke
tengah orang Arab yang memperjuangkan nasionalisme. Pada 8 Juni 1913 M, para
pemuda Arab berkongres di Paris dan mengumumkan nasionalisme Arab. Dokumen yang
ditemukan di Konsulat Prancis di Damsyik telah membongkar rencana pengkhianatan
kepada khalifah yang didukung Inggris dan Prancis.
Di Markas
Istanbul, negara-negara Eropa tak hanya puas merusak putra-putri umat Islam di
sekolah dan universitas lewat propaganda. Mereka ingin memukul khalifah dari
dekat secara telak. Caranya ialah mengubah sistem pemerintahan dan hukum Islam
dengan sistem pemerintahan Barat dan hukum kufur. Kampanye mulai dilakukan
Rasyid Pasha, MenLu zaman Sultan Abdul Mejid II (1839 M). Tahun itu juga,
Naskah Terhormat (Kholkhonah) yang dijiplak dari UU di Eropa diperkenalkan.
Tahun 1855 M, negara-negara Eropa khususnya Inggris memaksa khalifah Utsmani
mengamandemen UUD, sehingga dikeluarkanlah Naskah Hemayun (11 Februari 1855 M).
Midhat Pasha, salah satu anggota Kebatinan Bebas diangkat jadi perdana menteri
(1 September 1876 M). Ia membentuk panitia Ad Hoc menyusun UUD menurut
Konstitusi Belgia. Inilah yang dikenal dengan Konstitusi 1876. Namun,
konstitusi ini ditolak Sultan Abdul Hamid II dan Sublime Port pun enggan
melaksanakannya karena dinilai bertentangan dengan syari'at. Midhat Pasha pun
dipecat dari kedudukan perdana menteri. Turki Muda yang berpusat di Salonika pusat
komunitas Yahudi Dunamah memberontak (1908 M). Khalifah dipaksanya yang
menjalankan keputusan Konferensi Berlin mengumumkan UUD yang diumumkan Turki
Muda di Salonika, lalu dibukukanlah parlemen yang pertama dalam khalifah Turki
Utsmani (17 November 1908 M). Bekerja sama dengan syaikhul Islam, Sultan Abdul
Hamid II dipecat dari jabatannya, dan dibuang ke Salonika. Sejak itu sistem
pemerintahan Islam berakhir.
Tampaknya
Inggris belum puas menghancurkan khalifah Turki Ustmani secara total. Perang
Dunia I (1914 M) dimanfaatkan Inggris menyerang Istanbul dan menduduki
Gallipoli. Dari sinilah kampanye Dardanella yang terkenal itu mulai
dilancarkan. Pendudukan Inggris di kawasan ini juga dimanfaatkan untuk
mendongkrak popularitas Mustafa Kemal Pasha yang sengaja dimunculkan sebagai
pahlawan pada Perang Ana Forta (1915 M). Ia agen Inggris, keturunan Yahudi
Dunamah dari Salonika melakukan agenda Inggris, yakni melakukan revolusi kufur
untuk menghancurkan khalifah Islam. Ia menyelenggarakan Kongres Nasional di Sivas
dan menelurkan Deklarasi Sivas (1919 M), yang mencetuskan Turki merdeka dan
negeri Islam lainnya dari penjajah, sekaligus melepaskannya dari wilayah Turki
Utsmani. Irak, Suriah, Palestina, Mesir, dll mendeklarasikan konsensus
kebangsaan sehingga merdeka. Saat itu sentimen kebangsaan tambah kental dengan
lahirnya Pan-Turkisme dan Pan Arabisme. Masing-masing menuntut kemerdekaan dan
hak menentukan nasib sendiri atas nama bangsanya, bukan atas nama umat Islam.
B.
Turki
Di Bawah Pimpinan Mustafa Kemal Pasha (Attaturk)
Pemikiran
Mustafa Kemal Attaturk pada awalnya setia kepada kerajaan Turki Usmani. Namun.
Pendiriannya kemudian berubah. Ia menganggap kerajaan Turki Usmani tidak dapat
lagi dipertahankan akibat salah urus dan kalah perang. Mustafa kemal Attaturk
mulai mengembangkan paham nasionalisme Turki dan menginginkan diakhirinya
kerajaan Usmani. Tanggal 29 Oktober 1923, Republik Turki diproklamasikan dan
Attaturk menjadi presiden pertama. Jabatan ini dipangkunya hingga akhir
hayatnya.
1. Sejarah Singkat Mustafa Kemal
Attaturk Mustafa Kemal Attaturk lahir di kota Salonika pada tahun 1881. Ia
merupakan pendiri Republik Turki. Sejak kecil Attaturk bercita-cita menjadi
tentara sehingga ia masuk sekolah menengah militer. Karena kepandaiannya dalam
pelajaran matematika, gurunya menjulukinya Kemal, sebuah kata dalam bahasa Arab
yang berarti sempurna. Attaturk
melanjutkan akademi militernya di Istanbul dan sejak itu menjalani karier di
bidang kemiliteran. Karena kemampuannya di bidang militer serta pandangan
politiknya yang menonjol dan disukai banyak orang, ia memperoleh pendukung
dalam jumlah besar, terutama dikalangan militer. Ketika Republik Turki
diproklamasikan setelah kerajaan Usmani dihapuskan, Attaturk diangkat sebagai
presiden pertama.
2. Peranan Attaturk di Bidang Politik
Pada tahun 1918, setelah Perang Dunia I, seluruh wilayah keluasaan Turki Usmani
terlepas, kecuali Istanbul, pusat pemerintahan Turki Usmani. Pada perjanjian
(konferensi) San Remo di Perancis, suatu konferensi yang bertujuan untuk
menentukan nasib Turki Usmani, delegasi dari pemerintahan Turki, Sultan Muhammad IV, tidak melihat
jalan lain kecuali menyetujuinya. Di saat itulah Mustafa Kemal Attaturk
menyatakan dirinya sebagai penyalur hati seluruh bangsa Turki. Sebelum
melanjutkan aliran kemalisme, perlu dikemukakan terlebih dahulu tiga aliran
yang mendahuluinya, yaitu aliran Westerenisasi, gerakan Islam, dan gerakan
Nasionalisme.
1. Aliran Westerenisasi dipimpin oleh
Taufiq Fekrit (1867-1950) dan Abdullah Jewdat (1869-1932). Mereka berpendapat bahwa
untuk mengembalikan kejayaan Turki harus: a. Sepenuhnya mengikuti apa aja yang
menjadikan dunia Barat maju. b. Islam dikembalikan pada asal kemurniaannya,
yaitu Al-Quran dan Sunnah rosul sebagai sumbernya.
2. Gerakan Islam dipimpin Muhamed Akif
(1875-1924 M). mereka berpendirian bahwa Turki jatuh, karena tidak konsekuen
dalam menjalankan hukum Islam dalam segala aspek kehidupan.
3. Gerakan Nasionalisme dipimpin
Ziagokald pada tahun 1875-1924 M. gerakan ini membina gerakan-gerakan militer,
yang termasuk dalam binaanya adalah Mustafa Kemal Attaturk yang muncul tepat
pada waktunya, yaitu ketika Negara dan bangsa Turki dalam keadaan krisis (The
sick old man) dalam Perang Dunia I. Mustafa Kemal Attaturk, saat itu berada di
dunia militer dengan jabatan militer komandan wilayah Turki. Dia sudah lama
mempersiapkan anak buahnya untuk melakukan revolusi di Turki. Karena itu
jabatannya sebagai komandan militer, ia memanfaatkan untuk mewujudkan
gagasannya yang berupa revolusi di Turki. Cita-cita dalam revolusinya adalah
mendirikan negara berbentuk republik Turki Merdeka. Cita-cita itu terwujud pada
tahun 1924 M. Pada tahun 1924, Mustafa Kemal Attaturk mengambil langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Mengusir semua tentara asing yang menduduki
wilayah Turki dan berhasil pada tahun 1924.
2.
Setelah negrinya bersih dari Negara
asing, pada tanggal 3 Maret 1924 dia memproklamasikan Republik Turki
Merdeka.
3. Atas nama Panglima Angkatan Bersenjata, dia
membentuk Majelis Kongres Nasional. Dia memimpin sidang umum Kongres Nasional I
dengan acara memilih Presiden Republik Turki Merdeka dan memilih ketua Majelis
Kongres Nasional . Secara aklamasi dia terpilih dan dia merangkap jabatan
sebagai eksekutif dan legislatif sekaligus.
4.
Dengan dukungan angkatan bersenjata,
dia bertindak sebagai diktator dalam menjalankan pemerintahan dan menyelamatkan
pemerintahan Republik Turki Merdeka. Ia juga menetapkan ideologi Negara
menganut paham sekularisme. Atas dasar ideologi Negara ini, dia mengumumkan
akan mengambil langkah-langkah kebijaksanaan untuk mencapai cita- citanya demi
kepentingan Negara. Siapa yang tidak setuju tanggung akibatnya dan masuk
penjara. Selanjutnya dia mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menghapus syariah kerajaan dan tidak
ada lagi jabatan kekhalifahan;
b) Mengganti hukum-hukum Islam dengan
hukum-hukum Italia, jerman, dan Swiss;
c) Menutup beberapa Mesjid dan
Madrasah;
d) Mengganti agama Negara dengan
sekularisme;
e) Mengubah azan ke dalam bahasa Turki;
f) Melarang pendidikan agama di sekolah umum;
g) Melarang kerudung bagi kaum wanita
dan pendidikan terpisah;
h) Mengganti naskah-naskah bahasa Arab
dengan bahasa Roma. Pada tahun 1928 M, Negara Turki Merdaeka menjadi 100%
Negara sekuler.
3. Konsep Sekulerisme Attaturk Setelah
menjadi Presidan Turki, Attaturk mengubah Turki menjadi Negara sekuler dan
menutup semua lembaga keagamaan Islam, termasuk sistem pendidikan agama
tradisional. Selain itu, upayanya dalam menyejajarkan budaya Turki dengan
budaya Barat, ia menganjurkan agar rakyat Turki mengenakan pakaian Barat dan
mencantumkan nama keluarga sebagaimana yang berlaku di Barat. Kebenciannya terhadap kekhalifahan Turki
Islam terwujud ketika ia menjadi penguasa Turki. Attaturk melakukan
program-program sebagai berikut:
1. Membangun negeri Turki dengan bentuk
pemerintahan sistem republik dan menghapuskan sistem kekhalifahan;
2. Menghapus hak dan fasilitas sultan
serta mengusir khalifah beserta keluarganya ke luar negeri;
3. Mendatangkan undang-undang
positif buatan Eropa;
4. Menghapus huruf Arab dan menggantinya
dengan huruf latin;
5. Membangun sekolah-sekolah yang
mengajarkan tarian Timur dan tarian Barat.
4. Reaksi Ulama atas Ide Sekulerisme
Tindakkan Mustafa Kemal Attaturk justru menggugah tokoh-tokoh Islam untuk
bersatu menolak ajarannya. Pemimpin-pemimpin dan tokoh-tokoh masyarakat Turki
tidak rela Islam diperlakukan demikian oleh rezim militer di bawah Kemal
Attaturk. Mereka serentak bersatu dan sepakat mengembalikan posisi Islam pada
posisinya semula, tahap demi tahap dan akhirnya sempurna pada tahun 1950.
Bangkitnya Partai Demokrasi Turki pada tahun 1950 mengangkat kembali kelahiran
Islam yang ditandai dengan berdirinya Fakultas Teologi di Universitas Ankara.
Hal ini menjadi lambing kebangkiatan kembali Islam di Turki. Fakultas ini
ditugaskan untuk membasmi kemelaratan keagamaan. Pada tahun 1919-1923 terjadi
revolusi Turki di bawah pimpinan Mustafa Kemal Pasha. Kecemerlangan karier
politik Mustafa Kemal dalam peperangan, yang dikenal sebagai perang kemerdekaan
Turki, mengantarkannya menjadi pemimpin dan juru bicara gerakan nasionalisme
Turki. Gerakan nasionalisme ini, yang pada waktu itu merupakan leburan dari
berbagai kelompok gerakan kemerdekaan di Turki, semula bertujuan untuk
mempertahankan kemerdekaan Turki dari rebutan negara-negara sekutu. Namun pada
perkembangan selanjutnya gerakan ini diarahkan untuk menentang Sultan. Mustafa
Kemal mendirikan Negara Republik Turki di atas puing-puing reruntuhan
kekhalifahan Turki Ustmani dengan prinsip sekularisme, modernisme dan
nasionalisme. Meskipun demikian, Mustafa Kemal bukanlah yang pertama kali
memperkenalkan ide-ide tersebut di Turki. Gagasan sekularisme Mustafa Kemal
banyak mendapat inspirasi dari pemikiran Ziya Gokalp, seorang sosiolog Turki
yang diakui sebagai Bapak Nasionalisme Turki. Pemikiran Ziya Gokalp adalah
sintesa antara tiga unsur yang membentuk karakter bangsa Turki, yaitu
ke-Turki-an, Islam dan Modernisasi.
Dengan
demikian Mustafa dan pengikutnya menggerakkan reformasi-reformasi di Turki
dengan dasar-dasar yang telah diletakkan oleh para pembaru-pembaru di
kekhalifahan Turki. Pada perkembangan selanjutnya ide-ide reformasi Mustafa
Kemal menjadi suatu gerakan politik pemerintah yang dikenal dengan sebutan
Kemalisme.
C.
Kemalisme:
Suatu Revolusi Budaya Dan Negara (1923-1950)
Politik
Kemalis ingin memutuskan hubungan Turki dengan sejarahnya yang lalu supaya Turki
dapat masuk dalam peradaban Barat. Oleh karena itulah penghapusan kekhalifahan
merupakan agenda pertama yang dilaksanakan. Pada tanggal 1 November 1922 Dewan
Agung Nasional pimpinan Mustafa Kemal menghapuskan kekhalifahan. Selanjutnya
pada tanggal 13 Oktober 1923 memindahkan pusat pemerintahan dari Istanbul ke
Ankara. Akhirnya Dewan Nasional Agung pada tanggal 29 Oktober 1923
memproklamasikan terbentuknya negara Republik Turki dan mengangkat Mustafa
Kemal sebagai Presiden Republik Turki.
Setelah
meniadakan kekhalifahan, politik Kemalisme menghapuskan lembaga-lembaga
syariah, meskipun sebenarnya peranan lembaga ini sudah sangat dibatasi oleh
para pembaru Kerajaan Ustmani. Bagi Kemalis, syariat adalah benteng terakhir
yang masih tersisa dari sistem keagamaan tradisional. Lebih lanjut lagi Kemalis
menutup sekolah-sekolah madrasah yang sudah ada sejak tahun 1300-an sebagai
suatu lembaga pendidikan Islam. Reformasi agama adalah salah satu contoh
tindakan ekstrim dari rezim Kemalis setelah penghapusan khalifah. Reformasi ini
bertujuan untuk memisahkan agama dari kehidupan politik negara dan mengakhiri
kekuatan tokoh-tokoh agama dalam masalah politik, sosial dan kebudayaan. Selain
itu Mustafa Kemal juga mengajukan pemikiran tentang nasionalisme agama.
Menurutnya agama merupakan suatu lembaga sosial dan karena itu harus
disesuaikan dengan sosial dan budaya masyarakat Turki.
Suatu
komite dibentuk di Fakultas Teologi di Universitas Istanbul untuk
memodernisasikan Islam. Komite ini menyebarkan keinginan Mustafa kemal untuk
mengganti bentuk dan suasana mesjid seperti bentuk dan suasana gereja di
negara-negara Barat, dengan menekankan pada: pentingnya masjid yang bersih,
dengan bangku-bangku dan ruang tempat menyimpan mantel, mewajibkan jamaah masuk
dengan sepatu yang bersih, menggantikan bahasa Arab dengan bahasa Turki,
menyediakan alat-alat musik ditempat shalat untuk memperindah bentuk shalat,
dan mengubah teks-teks khutbah yang telah ada dengan khutbah yang berisi pemikiran
agama berdasarkan filsafat Barat. Pada tahun 1932 pemerintah mengeluarkan
kebijakan mengganti pengucapan adzan ke dalam bahasa Turki, yang amat ditentang
oleh mayoritas masyarakat Muslim Turki.
Reformasi
agama, yang bentuknya upaya Turkifikasi Islam atau nasionalisasi Islam ini
merupakan bentuk campur tangan pemerintah Kemalis dalam kehidupan beragama di
masyarakat Turki. Sekularisme yang sejatinya memisahkan hubungan agama dengan
pemerintahan, dimana negara menjamin kebebasan beribadah, bagi warga negara,
pada pelaksanaannya dijalankan dengan semangat nasionalisme yang radikal dan
dipaksakan oleh Kemalis. Namun penerapan nasionalisasi agama ini hanya bertahan
hingga akhir pemerintahan Kemalis (Partai Rakyat Republik). Sejak tahun 1950,
adzan kembali diucapkan dalam bahasa Arab. Masjid-masjid di Turki pun hingga
saat ini tetap menunjukkan bentuk-bentuk yang umum sebagaimana masjid di
negara-negara lainnya.
Peradaban
menurut Mustafa Kemal, berarti peradaban barat. Tema utama dari pandangannya
tentang pem-Barat-an adalah bahwa Turki harus menjadi bangsa Barat dalam segala
tingkah laku. Untuk itu Pemerintah Kemalis mengeluarkan kebijakan larangan
menggunakan pakaian-pakaian yang dianggap pakaian agama di tempat-tempat umum
dan menganjurkan masyarakat Turki menggunakan pakaian sebagaimana orang-orang Barat
berpakaian (berjas dan bertopi). Peraturan ini mulai efektif pada November 1925
dan hingga saat ini masyarakat Turki menggunakan pakaian ala Barat. Sampai saat
ini pemakaian jas sudah menjadi ciri umum dari masyarakat Turki. Sedangkan
pemakaian topi menghilang bersamaan dengan menghilangnya kebiasaan memakai topi
itu pada masyarakat Eropa.
Mustafa
Kemal juga mengkritik pemakaian jilbab oleh wanita-wanita Turki, tapi semasa
hidupnya tidak ada undang-undang yang secara tegas melarang pemakaian jilbab
tersebut. Pelarangan jilbab secara konstitusional baru terjadi pada tahun 1998,
sebagai reaksi militer atas munculnya fenomena kesadaran yang tinggi dari
muslimah-muslimah Turki dalam menggunakan jilbab dan juga reaksi atas kemenangan
Partai Islam Refah pada pemilu tahun 1995.
Selain
reformasi agama, reformasi yang paling penting dari rezim Kemalis adalah
reformasi bahasa. Tulisan Arab diganti dengan tulisan Latin, berdasarkan
undang-undang yang diputuskan oleh Dewan Nasional Agung pada 3 Novemeber 1928.
Tujuan reformasi bahasa adalah membebaskan bahasa Turki dari ‘belenggu’ bahasa
asing. Penekanannya adalah pemurnian bahasa Turki dari bahasa Arab dan Persi.
Mustafa Kemal mengadakan kunjungan di banyak tempat untuk mengajar secara
langsung tulisan baru pada rakyat Turki.
Reformasi
bahasa ini memberi sumbangan yang berharga bagi perkembangan linguistik bahasa
Turki saat ini. Penelitian yang mendalam terhadap akar bahasa dan struktur
bahasa Turki membuktikan bahwa bahasa Turki termasuk kelompok bahasa Altay,
yaitu bahasa-bahasa yang dipergunakan bangsa-bangsa yang mendiami wilayah yang
membentang dari Finlandia hingga Manchuria. Dari segi gramatikal, bahasa Turki
termasuk bahasa aglutinatif, yaitu bahasa berimbuhan. Struktur sintaksis
memperlihatkan pola Objek-Predikat, dimana Predikat selalu berada di akhir
kalimat.
Ciri-ciri
struktural bahasa Turki memperlihatkan perbedaannya yang jelas dengan bahasa
Arab. Komite ahli hukum mengambil Undang-Undang sipil Swiss untuk memenuhi
keperluan hukum di Turki menggantikan Undang-Undang Syariah, berdasarkan
keputusan Dewan Nasional agung tanggal 17 Februari 1926. Undang-Undang Sipil
yang mulai diberlakukan pada tanggal 4 Oktober 1926 ini antara lain tentang:
menerapkan monogami, melarang poligami dan memberikan persamaan hak antara pria
dan wanita dalam memutuskan perkawinan dan perceraian. Sebagai konsekuensi dari
persaman hak dan kewajiban ini hukum waris berdasarkan Islam dihapuskan. Selain
itu undang-undang sipil juga memberi kebebasan bagi perkawinan antar agama.
Pada
I Januari 1935, pemerintah mengharuskan pemakaian nama keluarga bagi setiap
orang Turki dan melarang pemakaian gelar-gelar yang biasa dipakai pada masa
Turki Ustmani. Mustafa Kemal menambahkan nama Ataturk, yang berarti Bapak Bangsa
Turki, sebagai nama keluarga. Pada tahun 1935 sistem kalender hijriyah diganti
dengan sistem kalender masehi, hari Minggu dijadikan sebagai hari libur
menggantikan hari libur sebelumnya yaitu hari Jumat.
Tentang
sekularisasi dan modernisasi di Turki pada masa Rezim Kemalis seperti diuraikan
di atas, Bryan S. Turner, seorang guru besar sosiologi di Universitas Flinders
(Australia Selatan), menyimpulkan bahwa sekularisme tersebut merupakan suatu
bentuk pemaksaan dari pemerintah rezim, bukanlah sekularisasi yang tumbuh
sebagai suatu konsekuensi dari proses modernisasi seperti di negara-negara
Eropa. Selain itu sekularisasi di Turki pada saat itu merupakan peniruan secara
sadar pola tingkah laku masyarakat Eropa yang dianggap modern dan lebih maju
(1984: 318). Bagi kemalis, manusia Turki baru tidak saja harus berpikiran
rasional seperti orang-orang Eropa, tetapi juga harus meniru tata cara
berperrilaku dan berpakaian seperti mereka.
D.
Masyarakat
Turki Pasca Kemalisme
Mustafa
Kemal meninggal dunia pada tanggal 10 November 1938, setelah tiga kali menjabat
sebagai presiden Republik Turki, yaitu pada tahun 1927, 1931 dan 1935. Mustafa
Kemal diakui berhasil menciptakan sistem pemerintahan parlementer dan
meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi kehidupan demokratisasi di Turki. Partai
Republik Rakyat adalah partai politik yang dibentuk Mustafa Kemal untuk
menjalankan roda Pemerintahan. Meskipun demikian, sejarah Turki menunjukkan
pemerintahan Kemal dengan sistem pemerintahan satu partai tidak memberi ruang
bagi kemunculan partai oposisi. Iklim Demokrasi muncul kemudian sejak Turki
menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945 dan terus
berkembang menunjukkan kemajuan yang pesat. Daniel Lerner (di dalam Memudarnya
Masyrakat Tradisional, 1983) telah melakukan penelitian yang mendalam di suatu
kota dekat Ankara pada tahun 1950-an, dan menyimpulkan bahwa negara Turki telah
tumbuh menjadi negara yang relatif lebih stabil dan demokratis di banding
dengan negara-negara lain di kawasan Timur Tengah.
Reformasi
budaya, terutama sekularisasi agama dan pemakaian hukum Barat menggantikan
hukum Islam, memperlihatkan proses dinamis dari penerimaan dan penolakan
masyarakat Turki. Sekularisasi agama pada masa Kemalis (1923-1950) melahirkan
generasi Turki yang jauh dari agamanya. Bahasa Turki yang ditulis dalam bahasa
latin telah menjadi bahasa nasional Turki. Sedangkan pemakaian hukum-hukum
Barat juga diadaptasi dengan berbagai tingkatan kesulitan di berbagai lapisan
msyarakat.
Pada
pemilu 1950, kekuasaan tunggal Partai Republik Rakyat berakhir dan digantikan
oleh partai sekuler beraliran liberal, yaitu Partai Demokrat. Partai pimpinan
Adnan Menderes ini mencoba mengoreksi penyimpangan-penyimpangan sekularisasi
yang sudah dijalankan oleh Partai Republik Rakyat sejak berdirinya negara
Turki. Namun Adnan menderes juga tidak ingin Kemalisme digantikan dengan
ideologi lain. Sejak masa pemerintahan Partai Demokrat inilah masyarakat Muslim
yang merupakan mayoritas (98 persen dari 70 juta jiwa) penduduk Turki dapat
melakukan shalat di masjid-masjid umum, berpuasa dan melakukan ibadah naik
haji, yang pada masa Rezim Kemalis sulit dilakukan. Selain itu
madrasah-madrasah kembali di buka, sehingga para orang tua dapat kembali
menyekolahkan anak mereka di sekolah agama, setelah mereka menyadari bahwa
mereka tumbuh sebagai suatu generasi yang kering dari nilai dan ilmu agama.
Madrasah-madrasah ini kembali ditutup pada tahun 1998 setelah dianggap sebagai
lembaga yang mendidik kelompok Islam fundamental yang keberadaannya menguat dan
mengancam ideologi sekuler Turki.
Perkembangan
masyarakat di Turki menemukan karakter sendiri yang unik sebagai suatu bentuk
pertentangan yang rumit antara pemikiran Kemalisme, yang fundamental dan
radikal, pemikiran liberalis yang meskipun menentang Kemalisme tetapi tidak
ingin ideologi ini diganti, dan pemikiran Islam, baik yang konservatif maupun
moderat. Semangat masyarakat Turki modern untuk menjadi suatu bangsa yang
modern dan demokratis, selalu disertai dengan kesadaran yang mendalam tentang
watak dan idealisme ke-Turki-an dan ke Islaman. Penulis melihat bahwa gagasan
sintesa tentang Islam, Turki dan Barat yang pernah dimunculkan oleh Ziya Gokalp
(Bapak naasionalis Turki) mulai terimplementasikan dengan wajar dan alami,
sedangkan Kemalisme dijadikan ideologi negara yang keberadaannya sangat dijaga
oleh kekuatan militer Turki.
Militer
Turki mengambil peran sebagai penjaga ideologi Kemalisme sebagai prinsip
negara. Jatuhnya pemerintahan Partai Islam Refah pada tahun 1998 adalah suatu
bukti masih dominannya pengaruh politik militer di Turki. Namun kebangkitan
Islam, baik itu suatu fenomena kesadaran umat Islam Turki untuk kembali
mempelajari nilai-nilai Islam di tengah kebijakan sekuler pemerintah dan
fenomena dukungan masyarakat Islam terhadap kemenangan partai politik yang
dianggap membawa aspirasi Islam terus memperlihatkan kemajuan ke arah yang
positif. Aspirasi dan dukungan yang besar dari masyarakat Turki kembali
mengantarkan kemenangan partai berbasis Islam, Partai Keadilan dan Pembangunan
dalam pemilu 2002. Meskipun secara tegas pemimpin partai ini menyatakan bahwa
Partai Keadilan dan Pembangunan bukanlah partai Islam dan mereka menyatakan
komitmennya yang sungguh-sungguh menjaga ideologi sekularisme di Turki,
nampaknya Rakyat Turki lebih melihat mereka sebagai sosok-sosok muslim yang
shaleh yang diharapkan dapat membawa Turki ke arah yang lebih maju.
Kesimpulan
Turki yang merupakan
Negara kekhalifahan terakhir, yang memproklamasikan negaranya pada 24 Maret 1924 menjadi Negara Republik Turki
yang pelopori oleh Bapak Turki yaitu Mustafa Kemal Pasha. Mustafa Kemal Pasha
menggantikan pemerintahan yang tadinya berlandaskan Islam, menjadi berfokus
kepada Barat.
Kawasan Timur Tengahpun
dibagi-bagi menjadi Negara-negara yang disekat dengan nasionalisme termasuk di
dalamnya Turki, ini semua merupakan rancangan Barat yang memiliki kepentingan
di kawasa Timur Tengah. Timbulnya nasionalisme di kawasan Timur Tengahpun
membawa Turki kepada kedaan yang buuk, Turki bagaikan orang sakit yang sedang
sekarat, sakitnya disini dalam segala bidang. Yang membuat Turki tidak bisa
berkutik hingga akhirnya Turki memutuskan untuk memerdekakan negaranya.
Kini Islam tidak
diemban oleh Negara-negara yang ada di dunia, tetapi Islam diemban oleh
individu-individu yang ada dunia. Islam juga hanya dijadikan sebagai ibadah
mahdah saja, sehingga tidak dapat membuat Islam dijadikan sebagai peraturan
hidup. Rencana Mustafa Kemal Pashapun berhasil, kini Turki seperti kehilangan
sejarahnya, namun yang perlu dicatat adalah, walaupun manusia itu menciptakan
maker tetapi makar Allah akan lebih canggih lagi dari pada makar manusia. Kini
Turki hudup dengan nasionalismenya, karena kini Turki yang merdeka bukanlah
Negara Khilafah lagi.
Daftar Pustaka
Ali,
Mukti. 1994. Islam dan Sekularisme di Turki. Jakarta: Djambatan.
Al-Mawardi,
Abu Al-Hasan, Tt, Cendikiawan Muslim. [Online]. Tersedia:http://id.wikipedia.org
[01 Mei 2015].
A.Syalabi,
2000. Sejarah dan Kebudayaan Islam III.
Jakarta: Al-Husna Zikra
Ayuhbah,
M.M. 1994. Kitab Hadits Shahih Yang Enam.
Jakarta : Litera Antar Nusa.
Amin,
Husain Ahmad. 2000. Seratus Tokoh dalam
Sejarah Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya
Ash-Shiddieqy,
T.M.H. 1971. Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan Hukum Islam. Jakarta : Bulan Bintang.
Ash-Shiddieqy,
T.M.H. 1993. Ilmu-Ilmu Alquran.
Jakarta : Bulan Bintang.
As-Shobuni,
M.A. 1985. At-Tibyan fi 'Ulumil Quran.
Bairut : 'Alimul Kitab
Budiardjo,
Miriam. 1981. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
El-Saha.M.Ishom
,2002, 55 Tokoh Muslim Terkemuka.Jakarta:Darrul Ilmi.
Ishom, M.
dan Hadi, Saiful. 2004. Profil Ilmuan
Muslim Perintis Ilmu Pengetahuan Modern. Jakara: Fuzan Intan Kreasi.
Kamiluddin,
U. 2006. Menyorot Ijtihad Persis.
Bandung : Tafakkur.
Lerner,
Daniel. 1978. Memudarnya Masyarakat Tradisional (Terj.). Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Masur,
Hasan. Khoiruddin,Abdul Wahhab.
Addinul Islamy. Gontor Press: Ponorogo.
Mudzakir,
A.S. 2004. Studi Ilmu-Ilmu Qur'an.
Jakarta : Lintera Antar Nusa
Murtiningsih,
W. 2008. Biografi Para Ilmuan Muslim.
Yogyakarta: Insan Madani.
Musthofa,
S. 1987. The science of islam.
[Online]. Tersedia di http://www.ilmuilmuislam.com [01 Mei 2015]
Maryam,
Siti (ed.). 2004. Sejarah Peradaban Islam: dari Masa Klasik hinggga Modern.
Yogyakarta: LESFI.
Osman,
Latif. Ringkasan Sejarah Islam. Widjaya Jakarta. 2000: Jakarta
Syafi’I
Arkom. 2009. Blogs Ilmuan Muslim.
[Online]. Tersedia: http://id.wordpress.com/tag/ilmuwan-muslim/. [ 01 Mei 2015].
Tim
Penyusun Tarikh 'Gontor'. 2004. Tarikh
Islam 1. Ponorogo: Gontor Press.
Triatmojo.
2006. Sejarah Ibnu Sina. [Online].
Tersedia: http://triatmojo.wordpress.com/2006/10/06/ibnu-sina/. 2009.
Turner,
Bryan S. 1984. Sosiologi Islam: Suatu Telaah Analitis atas Tesa Sosiologi
Weber (terj.). Jakarta: Rajawali Pers.
Zurcher,
Erik J. 2003. Sejarah Modern Turki (Terj). Jakarta: Gramedia.
www.alquran-indonesia.com.
Download: Jumat/01 Mei 2015.
www.wikipedia.org. Download: Jumat/01 Mei 2015Rizky Aristia Setiawan, Universitas Negeri Jakarta, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar