BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kawasan Timur Tengah terus bergejolak
dan merupakan kawasan yang begitu banyak mengalami konflik jika dibandingkan
dengan kawasan lainnya di dunia. Konflik atau pertikaian di kawasan Timur
Tengah sendiri berlangsung dalam berbagai lapisan masyarakat. Seperti salah
satunya adalah konflik Arab-Israel, konflik antara masing-masing Negara arab.
Serta konflik di dalam masyarakat yang memiliki perbedaan pendapat seperti
peduduk yang berorientasi konservatif dengan yang berorientasi radikal dalam
rangka menjalankan modernisasi di Negara mereka masing-masing. Namun konflik Timur Tengah tidak hanya tentang
konflik di dalam masyarakatnya saja, namun juga menangkut konflik antara dua
Negara superpower dengan daya pengaruh mereka di kawasan ini. Hal tersebut
tentulah terjadi karena nilai strategis dari Timur Tengah yang mereka
perebutkan untuk menancapkan kekuasaannya di Negara-negara Arab.
Persaingan ini melibatkan dua Negara
berpengaruh yaitu Ameria dan Uni Soviet yang merupakan dua Negara besar dengan
ideology yang jauh berbeda. Persaingan kedua Negara ini tidak hanya terjadi
secara eksplisit namun juga secara implisit. Di Timur Tengah perebutan pengaruh
diantara keduanya melibatkan Negara-negara Arab yang masing-masing memiliki
konflik tersendiri. Persaingan antara kedua Negara ini pastilah disebabkan oleh
suatu alasan khusus yang ada di baliknya, yaitu kepentingan nasional
masing-masing Negara
B. Rumusan Masalah
1 Apa Latar Belakang
Amerika ingin menguasai kawasan Timur Tengah ?
2 Bagaimana cara Amerika
mendominasi kawasan Timur Tengah ?
3 Bagaimana cara Amerika
menjalankan kekuasaannya di Timur Tengah ?
C. Tujuan Penulisan
1 Mengetahui Latar
Belakang Amerika ingin menguasai kawasan Timur Tengah
2 Mengetahui cara Amerika
mendominasi kawasan Timur Tengah
3 Mengetahui cara Amerika
menjalankan kekuasaannya di Timur Tengah
BAB
II
PEMBAHASAN
a.
Amerika
dan Negeri Bulan Sabit
Berkurangnya pengaruh Inggris di
kawasan Timur Tengah sebagai major power membuat Amerika mulai mengalihkan perhatiannya
ke kawasan ini. Hal tersebut jelaslah karena keberadaan minyak yang begitu
melimpah di Timur Tengah yang merupakan komoditi yang sangat dibutuhkan oleh
Negara industry seperti Amerika. Produksi minyak yang melimpah dari Saudi
Arabia, Kuwait, Bahrain, dan Irak makin meyakinkan Amerika tentang arti
strategis dari Timur Tengah. Namun bukan saja masalah minyak yang menjadi
perhatian Amerika, namun bahaya ekspansionisme politik Soviet di Timur Tengaj
sehingga Amerika harus cepat meletakkan dasar-dasar kebijaksanaan politiknya di
Timur Tengah untuk menangkal pengaruh Soviet serta menyelamatkan kepentingan
vitalnya di kawasan ini.
Untuk
mempertahankan kepentingannya Amerika menerapkan beberapa strategi dalam
menghadapi ancaman dari Negara lain yang mungkin dapat mengusik kepentingannya
tersebut. Strategi Amerika untuk melancarkan kepentingannya sepenuhnya didasari
oleh kepentingan nasionalnya yaitu :
1.
Mengusahakan agar
sumber-sumber alam Timur Tengah tidak jatuh ke tangan kekuatan musuh.
2.
Memelihara kemampuan
destruksi unsure-unsur segional dari kekuatan strategis Amerika.
3.
Memelihara kontinuitas
mengalirnya keuntungan invasi dan usaha-usaha komersial Amerika.
4.
Menjamin suplai
sumber-sumber alam Timur Tengah bagi sekutu-sekutu Amerika agar mereka tetap
kuat secara ekonomis dan militer.
5.
Memlihara kontinuitas
mengalirnya keuntungan usaha-usaha komersial Amerika.
6.
Menjaga kredibilitas
dengan jalan memenuhi komitmen-komitmen Amerika di Timur Tengah.
7.
Meneruskan hak transit
dan overflight bagi pegawai pesawat udara dan kapal laut Amerika.
Pada dasawarsa 1950-an politik
Amerika banyak dipengaruhi oleh strategi “massive retalition” yang berarti
bahwa jalan terbaik bagi Amerika dan sekutu-sekutunya untuk mengalahkan lawan
adalah langkah militer ekstrim, yaitu serangan nuklir massif atau ancaman
serangan nuklir massif. Pandangan bahwa untuk mengalahkan Soviet dengan mudah
hanya perlu menggunakan sekali serang nuklir merupakan cerminan usaha Amerika
untuk membentuk system blok di Timur Tengah sebagai perluasan blok Barat dalam
rangka mengepung Soviet.
Unsaha untuk melibatkan
Negara-negara Arab dalam berbagai blok sendiri tapat dilihat sebagai suatu
usaha untuk menjadikan Timur Tengah sebagai salah satu panggung terbuka antara
perebutan pengaruh Soviet dengan Amerika. Namun strategi massive retaliation
ini dipandang terlalu berbahaya bagi kelangsungan peradaban manusia karena
seperti yang kita tahu bahwa akibat dari perang nuklir akan meninggalkan
masalah yang berkepanjangan. Karena dianggap berbahaya strategi ini pun
kemudian mulai ditinggalkan.
Pada dasawarsa 1960-an strategi
realitas massif kemudian digantikan dengan strategi “flexible response” yang
memberikan berbagai pilihan di mana penggunaan kekuatan militer dapat
dikombinasikan dengan cara-cara politik dan ekonomi serta jalur ideologis.
Strategi ini dilengkapi dengan doktrin Nixon dan doktrin Guam yang mengatakan
bahwa suatu pemerintahan yang pro-Amerika harus diberi bantuan tehnik, ekonomi
dan perlengkapan militer dalam rangka melawan komunisme.
Masuknya armada keenam Amerika
Serikat ke Laut Tengah berkaitan erat dengan usaha Amerika untuk memperkuat
perannya di Timur Tengah guna menghadapi Uni Soviet. Tujuannya sendiri dapat
dilihat seperti yang tergambar dalam buku konflik dan diplomasi di Timur Tengah
:
“Tujuan
masuknya armada keenam Amerika Serikat ke Laut Tengah adalah untuk memperkuat
sayap selatan NATO, membawa berbagai kapal selam berpeluru kendali nuklir lebih
dekat ke Soviet, menjamin terjaminnya kepentingan Amerika di Timur Tengah,
serta tekanan Amerika terhadap Negara-negara Arab. Bahkan hingga pada dasawarsa
1960-an kawasan Timur Tengah benar-benar menjadi arena terbuka persaingan
antara dua Negara besar yaitu Amerika dan Soviet. Persaingan tersebut tidak
hanya mencakup dalam kekuasaan atas sumberdaya alam saja, melainkan mencakup
persaingan politik dimana keduanya saling mengancam untuk menggunakan kekuatan
nuklir masing-masing. ” [1]
Pada dasawarsa 1970-an Amerika
mengganti strategi mereka menjadi strategi realistic deterrence, strategi ini
menekankan keterlibatan kekuatan Amerika dalam konflik Timur Tengah secara
terarah serta perundingan yang didasarkan atas posisi yang kuat.[2]
Jadi Amerika memilih untuk melakukan perundingan-perundingan baik dengan
Negara-negara arab maupun dengan pihak lawannya yaitu Soviet.
Kerena adanya titik keseimbangan
antara kedua Negara superpower dalam hal kekuatan militer, maka keduanya
memutuskan untuk saling melakukan perjanjian-perjanjian guna mencapai
perdamaian. Oleh karena itu hingga tahun-tahun 1980-an Amerika akan tetapi meneruskan
strategi realistic deterrence dengan melakukan negosiasi dengan Soviet.[3]
Meskipun dalam kenyataannya kedua Negara ini tetap tidak menaganggap bahwa
serangan nuklir akan lebih efektif dalam persaingan ini.
Sebenarnya semua konflik yang
terjadi di Timur Tengah tidak terjadi hanya karna minyak saja, namun juga
disebabkan oleh pertarungan dua Negara besar yang saling berebut kekuasaan. Hal
tersebut seperti yang dikatakan dalam buku Y.M. Primakof yang menyatakan bahwa
: “Kepentingan Amerika di Timur Tengah tidak hanya berhenti pada kepentingan
mereka menghentikan pengaruh Soviet di kawasan ini saja, melainkan juga
mencakup perdagangan senjata mereka ke kawasan ini.”[4]
Tujuannya jelas yaitu memperkokoh kehairan militernya di kawasan Teluk, menekan
gerakan-gerakan radikal agar tidak mengganggu kepentingan Amerika di Timur
Tengah, serta yang tidak kalah pentingnya tentu saja agar suplai minyak ke
Amerika tetap terjaga.
Dengan industry persenjataan yang
dimiliki oleh Amerika, maka dengan mudah Amerika membuat Negara-negara Arab
yang sedang berkonflik untuk bergantung padanya. Hal tersebut dikarenakan
sebagai ganti dari suplai senjata yang dilakukan oleh Amerika kepada
Negara-negara Arab tersebut pasukan serta pemimpin-pemimpin militer Amerika
boleh memasuki kawasan Timur Tengah. Akibatnya adalah pos-pos militer Amerika
mulai banyak berdiri di kawasan Timur Tengah.
b.
Timur
Tengah Lumbung Minyak Dunia
Arti penting Timur Tengah yang
menjadi salah satu alasan Amerika begitu bersikeras mempertahankan pengaruhnya
di kawasan Timur Tengah adalah karena kandungan minyak bumi yang terkandung di
kawasan ini. Minyak yang ada di Timur Tengah ini sedikit banyak menentukan
politik luar negeri Amerika. Jelaslah hal tersebut terjadi karena minyak ini
sangat mempengaruhi industrialisasi di Amerika.
Perhatian
Amerika khususnya kepada Negara-negara penghasil minyak bumi yang ada di
kawasan Timur Tengah disebabkan karena Timur Tengah merupakan kawasan dengan
cadangan minyak bumi terbesar di seluruh dunia. Di Timur Tengah terdapat 60
persen pasokan minyak dari seluruh dunia. Jika cadangan di Negara-negara
komunis tidak dimasukkan, maka sekitar 85 persen cadangan minyak dunia berada
di Timur Tengah.[5]
Amerika
sendiri memiliki lima dari tujuh perusahaan minyak terbesar di dunia yang
sangat mempengaruhi harga minyak dunia. Kelima perusahaan itu bahkan telah
menjalankan kepentingannya sejak sebelum Perang Dunia II. Perusahaan Amerika
tersebut memainkan segala peranan dalam pengolahan minyak di Timur Tengah mulai
dari tahap oksplorasi hingga pemasaran. Ditambah lagi dengan sifat
multinasional perusahaan-perusahaan tersebut yang memungkinkan eksploitasi atas
sumber minyak dengan konsentrasi tinggi dan dalam jangka waktu yang mereka
butuhkan.
Alasan
penting lain selain pentingnya minyak bumi bagi kelangsungan perekonomian
berbasis industry Amerika, adalah pentingnya minyak bumi bagi sekutu-kekutu
Amerika. Baik Amerika dan Negara-negara sekutunya sangat bergantung dengan
minyak dari Timur Tengah. Bahkan ketika OAPEC (Organization of Arab Petroleum Exporting
Countries) pada 17 Oktober 1973 mengumumkan pengurangan produksi minyak mereka
sebanyak 5 persen dari bulan sebelumnya, dan khusus Saudi Arabia sebesar 10
persen, perekonomian dunia terguncang.
Ketika
Nixon mengumumkan bantuan Amerika untuk Israel sebanyak 2,5 millyar dollar,
Saudi menyatakan embargo total terhadap ekspor minyak ke Amerika. Meskipun
embargo yang dilakulan oleh Negara-negara Arab ini meskipun tidak menghancurkan
industry barat namun sempat membuat ekonomi internasional terguncang. Akibatnya
banyak Negara-negara yang sebelumnya mendukung Israel berbalik menuntut Israel
untuk mundur kembali ke garis perbatasan sebelum perang 1967 dan menuntut agar
hak-hak rakyat Palestina didiskusikan dan dicarikan jalan keluar.
Embargo
minyak yang dilakukan oleh Arab Saudi berhasil memecah belah blok barat hingga
Prancis dan Jepang lebih mendukung Arab dan mengucilkan Israel dengan Amerika.
Komitmen Amerika untuk mendukung Israel tentulah memberi masalah tersendiri
untuk pemerintah, karena Amerika juga tidak bisa memungkiri kebutuhan mereka
akan minyak bumi. Namun kerja sama yang sudah terjalin cukup lama antara
keduanya membuat mereka saling sepakat pada tahun 1974 bahwa Arab dapat membeli
perlengkapan militer Amerika dan Amerika kembali mendapat suplai minyak dari
Saudi Arabia.[6]
Kebutuhan
Amerika pada minyak Saudi memang mutlak, terbukti pada kekalahan lobi Israel
pada tahun 1978. Pada bulan Mei 1978 Senat Amerika menyetujui paket penjualan
senjata kepada Saudi Arabia. Meskipun hal ini ditentang oleh Israel namun
karena didasarkan kepada kebutuhannya akan suplai minyak. Jadi dapat
disimpulkan bahwa Amerika menjadi sangat tergantung pada Arab karena
kebutuhannya akan minyak yang menjadi tumpuan industrinya. Sehingga politik
luar negeri yang diambil oleh Amerika sangat tergantung pada kepentingannya
akan minyak dunia di Timur Tengah.
c.
Lobi
Israel
Dalam melaksanakan kegiatan politik
luar negeri, tentulah politik domestic menjadi salah satu pertimbangan yang
dipikirkan sebelum memutuskan sesuatu. Peran bangsa Yahudi yang meskipun hanya
sejumlah 3 persen dari seluruh penduduk Amerika, namun mereka memainkan peran
yang cukup penting untuk diperhitungkan dalam politik Amerika. Namun karena
mereka aktif dalam kegiatan politik serta perhatian mereka yang besar terhadap
kondisi di Timur Tengah, maka pandangan mereka banyak pula didegarkan oleh
pemerintah Amerika.
Lobi
Israel sendiri menjadi semakin kuat kedudukannya karena jumlah suara Yahudi
dalam pemilihan anggota Congress maupun presiden ikut menentukan hasil pemilihan.
Selain keaktifan mereka di dunia politik, secara demografis orang-orang Yahudi
merupakan orang kelompok yang paling terpelajar, paling professional, dan
paling kaya raya.[7] Oleh
karena itu Lobi Israel sering berhasil mempengaruhi setiap kebijakan Amerika
yang berkaitan dengan Timur Tengah. Ditambah dengan donasi besar-besaran untuk
membiayai partai Demokrat.
Namun
meskipun mereka memiliki pengaruh yang kuat di pemerintahan, namun ada kalanya
keinginan mereka tidak berjalan mulus. Kepentingan Zionis telah membuat lobi
Israel ini kemudian menjadi begitu bersemangat untuk membentuk pandangan
public. Meskipun tidak jarang berita yang dikeluarkan sangat jauh berbeda
dengan keadaan yang ada di lapangan. Lobi Israel yang bekerja “dari dalam” dan
sebagian media Amerika Zionis yang bekerja “dari luar”, bersama-sama memudahkan
masuknya pengaruh Israel pada politik Amerika di Timur Tengah yang memang pada
intinya selalu pro Israel.
d.
Tahap-tahap
keterlibatan Amerika di Timur Tengah
Beberapa tujuan politik Amerika di
Timur Tengah sudah barang tentu menentukan keterlibatan Amerika dalam konflik
Timur Tengah dan bagaimana memanfaatkan konflik tersebut untuk mencari
sasaran-sasaran politik luar negerinya. Perubahan politik luar negeri Amerika
sendiri bergantung kepada kondisi yang terjadi di kawasan Timur Tengah itu
sendiri.
Hubungan
Amerika dengan Saudi Arabia sendiri sebenarnya dapat dikatakan stabil jika
dibandingkan dengan hubungan Amerika dengan Negara-negara Timur Tengah lainnya
yang cenderung naik turun. Untuk melihat secara lebih jelasnya mengenai tahap
masuknya Amerika ke kawasan Timur Tengah maka kita dapat melihat dari negeri
Mesir.[8]
Tahap
pertama yaitu setelah revolusi Mesir 1952. Dalam tahap yang berjalan sekitar
tahun 1952-1955 ini, Amerika berusaha untuk memperkuat kontak dengan rezim
Nasser dan berusaha untuk mempengaruhi politik luar negeri maupun dalam negeri
Mesir. Para pemimpin yang duduk di Washington kemudian sadar untuk mengamankan
kepentingan Amerika di Timur Tengah mereka hanya perlu mendekatkan diri kepada
Negara Arab dan Israel, bukan malah mengintervensi konflik keduanya.
Tahap
kedua (1955-1957) ditandai dengan konfrontasi militer Israel-Mesir pada tahun
1955 dan juga konflik bersenjata Islrael Suriah. Pada pertengahan 1955 Mesir
menyetujui pembelian senjata dari Cekoslovakia dan Soviet dan sekaligus memecah
monopoli penjualan sejata oleh Barat di Timur Tengah. Tahun 1956 menyaksikan
agresi tiga serangkai Inggris,-Prancis-Israel terhadap Mesir. [9]
Setelah
1956 Amerika merubah politiknya di Timur Tengah dengan menggunakan
metode-metode subversive terutama terhadap Mesir. Meskipun begitu Amerika belum
melepaskan pendekatan konstruktif kepada Mesir dengan harapan dapat menarik
keuntungan dari mundurnya Inggris dan Prancis dari Timur Tengah. Dalam tahap
dua ini Amerika mulai memperkuat Israel.
Tahap
ketiga (1957-1970) dimulai dengan doctrin EisenHower yang menyatakan bahwa
Amerika harus mengisi “Vaccum” di kawasan yang telah ditinggalkan oleh Inggris
dan Perancis sebagai kekuatan kolonialis. Proklamasi Eisenhower kemudian
diikuti oleh intervensi bersenjata Amerika dan Inggris di Libanon dan Jordan
menghindari lahirnya pemerintahan yang anti-barat. Pada tahap ketiga ini
Amerika mulai menampakkan sikap permusuhan terbuka pada Mesir dan berusaha
menggulingkan rezim Nasser. Ketiga ternyata bahwa usaha-usaha itu tidak
berhasil. Amerika mulai memanfaatkan unsure-unsur ekspansionalis politik Israel
guna mencapai kepentingannya di Timur Tengah.
Tahap
keempat dimulai pada tahun 1970 sampai sekarang. Setelah meninggalkan Nasser
Amerika mulai menjalankan pendekatan yang lebih seimbang terhadap konflik Timur
Tengah dan berusaha menarik keuntungan dari perubahan-perubahan politik dan
ekonomi yang terjadi di Mesir dan Negara-negara Arab lainnya pada awal 1970-an.
Sesudah perang 1973 Amerika mencoba mengambil peran sebagai “mediator” dalam
konflik Arab – Israel dan berusaha agar pendekatannya di Timur Tengah dapat
menetralisir unsur-unsur yang sangat menentang rencana ekspansionis Israel dan
semaksimal mungkin melemahkan posisi dan pengaruh Soviet di kawasan Timur
Tengah.
Politik
Amerika dalam mencoba memecahkan konflik Israel-Arab agaknya secara sengaja
ingin meninggalkan Uni Soviet sebagai suatu faktor penting. Politik Amerika
yang seperti itu tentulah mempersulit terjadinya perdamaian di kawasan Timur
Tengah. Namun biar bagaimanapun politik yang dijalankan Amerika jika kawasan
Timur Tengah mampu bersatu, bukan tak mungkin mereka dapat bersatu dan bangkit
melawan Amerika. Terlebih dengan sumber daya Minyak yang mereka miliki yang
membuat mereka menjadi salah satu Negara yang akan disegani hingga sepuluh
tahun kedepan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Setiap kebijakan pemerintah baik di
dalam maupun diluar negeri pastilah diambil berdasarkan atas beberapa
pertimbangan yang didasarkan kepada kepentingan yang menjadi tujuan Negara. Hal
itu pula yang mendasari setiap kebijakan yang diambil oleh Amerika dalam
menjalankan politiknya, demi mencapai tujuannya yaitu mengamankan
kepentingannya di kawasan Timur Tengah. Beberapa kepentingan Amerika tersebut
antara lain adalah pentingnya memblokade pengaruh Uni Soviet pada masa itu,
kedua mengamankan suplai minyak yang menjadi tumpuan hidup perekonomian Amerika
serta Negara-negara sekutunya, serta pasar senjata dan penanaman kekuasaan atas
perekonomian dunia.
Amerika sebagai Negara superpower tentu
saja sangat memperhatikan kawasan Timur Tengah yang merupakan kawasan penyimpan
minyak terbesar dunia. Karena minyak merupakan penggerak ekonomi bagi
Negara-negara industry seperti Amerika. Oleh karena itu untuk melancarkan
kepentingannya di Timur Tengah Amerika menyiapkan berbagai strategi, mulai dari
strategi keras yaitu perang nuklir, hingga kerjasama dengan Negara-negara Arab
maupun Soviet. Strategi yang diterapkan Amerika sendiri merupakan strategi yang
didasarkan kepada kondisi yang sedang terjadi di Timur Tengah.
DAFTAR PUSTAKA
Andrew Flower. World Oil Production. New York :
Scientific American, 1978.
Badan Penelitian dan
Pengembangan. Kecenderungan Timur Tengah
Tahun 1980-an. Jakarta : Departemen Luar Negeri, 1983.
Bilgin, Pinar. 2005. Regional
Security in The Middle East: A Critical Perspective. New York :
RoutledgeCurzon, 2005.
Primakof, Y.M. Anatomy Of The Middle East Conflict. Moskow
: Nauka Publishing House, 1971.
Sihbudi,
Riza, dkk. Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah. Bandung : PT Eresco,
1993.
Laman
:
http://
elib.unikom.ac.id. PDF Amerik Serikat dan
Timur Tengah.html, diakses pada 12 Januari 2019 pukul 21.35 wib
[1] Sihbudi,
Riza, dkk. Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah. (Bandung : PT Eresco,
1993). Hlm. 177.
[2] Badan Penelitian dan Pengembangan. Kecenderungan
Timur Tengah Tahun 1980-an. (Jakarta : Departemen Luar Negeri, 1983). Hlm.
147.
[3] Y.M.
Primakof. Anatomy Of The Middle East
Conflict. (Moskow : Nauka Publishing House, 1971). Hlm. 147.
[4] Ibid. Hlm.149.
[5] Andrew Flower. World Oil Production. (New
York : Scientific American, 1978). Hlm.98.
[6] Y.M.
Primakof,
Log.Cit.
[7] Badan Penelitian dan Pengembangan, Op.Cit
hlm. 158.
[8] Ibid, hlm.160.
[9] http:// elib.unikom.ac.id. PDF Amerik Serikat dan Timur Tengah.html, diakses pada 17 Mei 2017
pukul 13.40 wib
[10] Rizky Aristya Setiawan. Universitas Negeri Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar