BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada perkembangan teknologi di era globalisasi ini
telah mengalami perubahan yang cukup pesat. kenyataannya, perancangan,
penerapan dan pengoperasian SIM tidak mudah. Ada beberapa faktor yang membuat
SIM menjadi semakin diperlukan, antara lain bahwa manajer harus berhadapan
dengan lingkungan bisnis yang semakin rumit. Salah satu alasan dari kerumitan
ini adalah semakin meningkatnya dengan munculnya peraturan dari pemerintah.
UKM sering dihadapkan pada masalah perencanaan dan pengendalian persediaan dan keuangan, terutama karena kurangnya informasi yang mendukung pengambilan keputusan. Salah satu penyebabnya adalah tidak memadainya sistem pencatatan transaksi yang berhubungan dengan pembelian, penjualan, persediaan dan kas yang dapat digunakan sebagai sumber informasi.
Di lingkungan bisnis bukan hanya rumit tetapi juga dinamis. Oleh sebab itu, manajer harus membuat keputusan dengan cepat terutama dengan munculnya masalah manajemen dengan munculnya pemecahan yang memadai.
Penerapan sistem informasi pada UKM oleh banyak pelaku bisnis dapat meningkatkan daya saing melalui nilai tambah pada produk dan layanan yang dihasilkannya. Dan bergantung pada aspek kemampuan sumber daya manusia. Semakin tinggi kemampuan sumber daya manusia yang menguasai teknologi informasi, semakin tinggi pemanfaatan sistem informasi. Kendati demikian, penerapan sistem informasi merupakan keharusan agar UKM bisa bersaing dan meningkatkan usahanya.
Dengan demikian, jika kita ingin menghasilkan suatu sistem informasi tepat guna bagi usaha kecil dan menengah yang bergerak di sektor perdagangan eceran, yang mengintegrasikan aktivitas pembelian, penjualan, dan pengendalian persediaan. Ini berkaitan dengan diidentifikasinya masalah yang sering dihadapi oleh pengelola usaha perdagangan kecil berkaitan dengan ketiadaan informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan, yang berpotensi menyebabkan kerugian bahkan kebangkrutan.
Maka hal ini akan sulit jika suatu kegiatan usaha kecil dan menengah tidak menggunakan suatu sistem informasi manajemen karena dengan kata lain, SIM adalah sistem informasi yang digunakan untuk menyajikan informasi untuk mendukung operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi yang menggunakan suatu sistem berbasis komputer untuk beberapa pemakai dengan kebutuhan yang sama. Para pemakai biasanya membentuk suatu entitas organisasi formal, perusahaan atau sub unit dibawahnya.
1.2 Rumusan Masalah
Penjabaran dari subbab Latar Belakang meyimpulkan
beberapa permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah agar perencanaan suatu Sistem
Informasi Manajemen dalam Usaha Kecil dan Menengah bisa tepat guna?
2. Bagaimanakah fungsi dari Sistem Informasi
Manajemen dalam kegiatan Usaha Kecil dan Menengah di sektor perdagangan ?
3. Kesulitan apakah yang dihadapi oleh pelaku Usaha
Kecil dan Menengah dalam pengendalian persediaan dan keuangan?
4. Apa sajakah kelebihan dan kekurangan dari Sistem
Informasi yang diaplikasikan di dalam kegiatan UKM?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini mencakup perencanaan
serta pertimbangan yang harus dipikirkan di dalam suatu kegiatan UKM agar
berkembang pesat dengan menggunakan sistem informasi.
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah
pengetahuan dan wawasan dalam materi “Sistem Informasi dan Manajemen dalam
Usaha Kecil dan Menengah”. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah
dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan acuan didalam
menghadapi era globalisasi yang semakin bersaing dari segi sistem informasi,
maupun dari teknologi.
LANDASAN
TEORI
2.1
Pengertian Sistem Informasi Manajemen
Sistem Informasi Manajemen adalah suatu sistem yang
dirancang untuk menyediakan informasi guna mendukung pengambilan keputusan pada
kegiatan manajemen dalam suatu organisasi. SIM juga merupakan Definisi SIM
menurut (Scott, 1986) yaitu :
“SIM adalah sub sistem informasi yang komprehensif, terkoordinir dan terintegrasi secara rasional dimana data diubah menjadi informasi dengan berbagai cara untuk meningkatkan produktivitas yang sesuai dengan gaya, tingkah laku, dan karakteristik manajer dengan dasar kriteria-kriteria kualitas yang ada.”
Definisi SIM menurut (Kroenke, 1989) “SIM adalah pengembangan dan penggunaan sistem informasi yang efektif di dalam organisasi.”
Definisi SIM menurut (Parker, 1989) “SIM atau sistem informasi adalah sistem apapun yang memberikan baik data maupun informasi yang berhubungan dengan operasi organisasi kepada manusia.”
Dari ketiga pendapat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa SIM merupakan suatu sistem yang saling berhubungan yang dirancang sedemikian rupa baik data maupun informasi yang berkualitas dan efektif dan mempunyai tujuan yang sama di dalam suatu organisasi.
Nilai Informasi suatu informasi dikatakan bernilai bila manfaatnya lebih efektif dibandingkan dengan biaya mendapatkannya dan sebagian besar informasi tidak dapat tepat ditaksir keuntungannya dengan satuan nilai uang, tetapi dapat ditaksir nilai efektivitasnya.
2.2
Pengertian Usaha Kecil dan Menengah
Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah
istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha
yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998
pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil
dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan
perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Dan juga mempunyai kriteria Usaha Kecil yaitu Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang-undang No.9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah.
Adapun Ciri-Ciri Usaha Kecil yaitu :
a. Jenis
barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah
b. Lokasi/tempat
usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah
c. Pada
umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan
perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat
neraca usaha
d. Sudah memiliki
izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP
e. Sumberdaya
manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha
f. Sebagian
sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal
g. Sebagian besar
belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning
Peranan UKM dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen yaitu :
1. Departemen Perindustrian dan Perdagangan
2. Departemen Koperasi dan UKM
2. Departemen Koperasi dan UKM
Namun demikian, usaha pengembangan yang sudah
dilakukan masih belum memuaskan hasilnya, kemajuan yang dicapai usaha besar
sangat kecil kemungkinannya.
Dengan menghadapi
persaingan yang semakin ketat, karena semakin terbukanya pasar di dalam negeri,
merupakan ancaman bagi UKM dengan semakin banyaknya barang dan jasa yang masuk
dari luar akibat dampak globalisasi. Oleh karena itu, pembinaan dan
pengembangan UKM semakin mendesak dan sangat strategis untuk mengangkat
perekonomian rakyat, maka dengan adanya UKM diharapkan dapat tercapai di masa
mendatang.
2.3 Klasifikasi UKM
UKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang
digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum
dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima.
2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki
sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang
telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan
ekspor.
4. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah
memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar
(UB).
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah kedepan, perlu menggabungkan keunggulan local (lingkungan internal) dan peluang pasar global, yang disinergikan dengan era otonomi daerah dan pasar bebas.
2.4 Penjualan
Penjualan merupakan salah satu fungsi dari pemasaran
atau merupakan bagian dari kegiatan pemasaran. Menurut J.B. Heckert (1981; 263)
menyatakan bahwa pengertian penjualan adalah “A primary activities
that will increase an organization’s income”.
Penjualan sangat penting dan sangat berpengaruh karena suatu pemasaran untuk dapat memasarkan produknya yaitu dengan cara menjual produk tersebut. Dan apabila penjualan tidak dapat dilakukan dengan baik maka pemasarannya pun akan tidak berjalan dengan semestinya. Adapun kegiatan seperti menjual terbagi dalam dua cara yaitu :
1. Penjualan
secara kredit yaitu penjualan yang pembayarannya dilakukan beberapa kali yaitu
cicilan atau dibayar sekaligus pada waktu jatuh tempo dan terkadang didahului
dengan uang muka. Penjualan dengan kredit akan menimbulkan piutang usaha
(Account Receivable) transaksi tersebut dicatat sebagai debit pada perkiraan
piutang usaha dan kredit pada perkiraan penjualan.
2. Penjualan
secara tunai yaitu penjualan yang dilakukan dengan cara mewajibkan pembeli
melakukan pembayaran barang terlebih dahulu sebelum barang yang dipesan
diserahkan oleh perusahaan kepada konsumen.
PEMBAHASAN
TEORI
3.1 Perkembangan UKM
UKM merupakan potensi yang sangat dan strategis
dalam perekonomian nasional. Karena selain memiliki jumlah yang
besar, UKM juga menyebar hingga ke pelosok pedesaan. UKM juga menghadapi
berbagai permasalahan yang cukup krusial. Secara spesifik setidaknya
terdapat empat permasalahan eksternal, yang merupakan problem klasik yang
dihadapi UKM. Keempat permasalahan internal tersebut adalah :
1. Terbatasnya
penguasaan dan pemilikan aset produksi, terutama permodalan.
2. Rendahnya
kemampuan sumber daya manusia.
3. Ditinjau dari
konsentrasi pekerjaan sumberdayanya, pengembangannya terhambat oleh konsentrasi
rakyat di pedesaan yang bergerak pada sektor pertanian.
4. Kelembagaan
usaha belum berkembang secara optimal dalam penyediaan fasilitas bagi kegiatan
ekonomi rakyat.
Sementara kedelapan permasalahan eksternal yang dimaksud adalah :
1) Terbatasnya
pengakuan dan jaminan keberadaan UKM;
2) Kesulitan
mendapatkan data yang jelas dan pasti tentang jumlah dan penyebaran UKM;
3) Alokasi kredit
sebagai aspek pembiayaan masih sangat timpang, baik antar golongan, antar
wilayah, dan antar desa-kota;
4) Sebagian besar
produk industri kecil memiliki ciri atau karakterisitik sebagai produk-produk
fashion dan kerajinan dengan lifetime yang pendek;
5) Rendahnya
nilai tukar komoditi yang dihasilkan;
6) Terbatasnya
akses pasar;
7) Terdapatnya
pungutan-pungutan atau biaya siluman yang tidak proporsional;
8) Munculnya
ekonomi dengan berbagai implikasinya.
Beberapa problem lain yang juga tak kalah seriusnya, antara lain, mekanisme perencanaan dari atas ke bawah yang tidak efektif untuk mengatasi detail-detail problematika faktual yang dihadapi UKM; perumusan program yang tidak terkait dengan pra kondisi dasar pemberdayaan ekonomi rakyat (yakni mentalitas enterpreneurship); masih adanya kelompok-kelompok kepentingan di lingkaran kekuasaan; hingga jaring krupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang masih kuat.
Globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia telah membuka kesempatan bagi perusahaan-perusahaan di seantero dunia, terutama negara-negara sedang berkembang, dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan tingkat kompetitifnya. Namun demikian, agaknya bagi UKM masih terdapat kesulitan untuk mengakses, memanfaatkan, dan menguasai teknologi. Padahal dengan atau akuisisi teknologi (technology acquisition) secara baik, akan didapatkan efektivitas dan efisiensi dalam soal waktu, biaya, dan resiko, terutama dalam mengembangkan perusahaan UKM yang profesional. Akuisisi teknologi merentang dalam berbagai bentuk, mulai dari aspek pembelanjaan (purchases), franchising, licensing, hingga aliansi strategis antara perusahaan dengan pihak yang menguasai program-program teknologi dalam konteks transfer teknologi. Namun demikian, efektivitas transfer teknologi, tidak saja bergantung pada aksesbilitas dan hal-hal yang terkait dengan penguasaan teknologi semata, namun juga harus melihat kondisi permintaan lokal (local demand condition) dan kemampuan untuk menentukan skala prioritas teknis pembangunan dan kemampuan manajerial, yang mampu menyerap dan mengelola implementasi penguasaan teknologi tersebut.
Penguasaan teknologi, terkait dengan segala aspek yang menyertai pengembangan UKM, dari mulai pengadaan bahan baku, pengolahan dan peningkatan mutu produk, distribusi, dan kelayakan atas kondisi pasar yang ada. Dengan demikian, diharapkan UKM akan semakin efektif dan efisien, memenuhi kebutuhan skala lokal, bahkan jika memungkinkan juga kebutuhan dalam skala internasional.
Rintangan klasik dalam upaya penguasaan teknologi adalah kurangnya kapasitas lokal dan keahlian untuk menyeleksi, memperoleh, mengadaptasi, dan mengasimilasi teknologi, seiring dengan keterbatasan dan kekurangan sarana finansial, sebagaimana pula dalam penguasaan informasi. Tidak banyak UKM yang telah memiliki kapasitas jaringan dan monitoring yang memungkinkan mereka untuk mampu mengakses informasi secara baik. Padahal, biasanya UKM bisa menentang kehadiran resiko lebih parah, bila mereka mampu melakukan inovasi-inovasi yang didasarkan pada teknologi baru.
Walaupun memiliki keterbatasan, format baru yang dikembangkan dengan memakai teknologi yang tepat, merupakan awal yang baik bagi tumbuhnya pendapatan yang akan diperoleh perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Gambaran umum atas format baru yang dimaksud, terkait dengan kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru, dengan melibatkan teknologi dan proses-proses yang terkait dengannya, atau dengan memproduksi dan memasarkan produk baru tersebut.
Dalam konteks penguasaan bio-teknologi dan informasi pengembangan teknologi terbaru, diperlukan kerjasama antara perusahaan-perusahaan UKM lokal dengan perusahaan-perusahaan asing (foreign firms) yang berkembang dalam konteks hubungan antar-negara Utara-Selatan (North-South) dan Selatan-Selatan (South-South). Kerjasama dan pengembangan jaringan antara perusahaan dan lembaga riset dan teknologi antara Selatan dan Utara-Selatan telah menjadi hal yang menggejala. Contoh yang baik dalam konteks ini, misalnya tipe jaringan (network) yang dikembangkan oleh Agricultural Research and Extension Network (RDFN), dan Cassava Biotechnology Network (CBN).
Agaknya sudah menjadi catatan umum bahwa transfer teknologi telah menjadi proses penting, dan merupakan kunci bagi perusahaan UKM, dalam konteks penguatan dan pengembangan inovasi, serta kapabilitas perusahaan dalam menumbuhkan industri dan kompetisi internasional. Dengan mempelajari teknologi, bagaimanapun, tidak akan menempatkan mereka dalam isolasi atau ketertutupan dengan yang lain. Lebih dari itu, perspektif inovasi teknologi membuat mereka mampu berinteraksi dalam dan antar- perusahaan, dengan para supplier, para rekanan (clients), serta struktur pendukung lokal (local support structures), seperti lembaga litbang dan produktivitas, lembaga kredit, universitas, dan para pembuat kebijakan (policy maker).
Peran pemerintah dalam hal ini amatlah signifikan. Pemerintah sebagai fasilitator, memungkinkan untuk menciptakan situasi kondusif bagi pengembangan dan penguasaan teknologi, serta merangsang berbagai inovasi atas penguasaan teknologi tersebut, serta yang utama ialah menumbuhkan semangat belajar untuk menguasai teknologi baru yang berkembang demikian cepat. Kendalanya, selama ini berbagai perusahaan dengan tingkat yang berbeda-beda mencoba mempelajari sendiri penguasaan teknologi, sehingga hasilnya adalah kesulitan untuk menetapkan strategi inovasi. Dalam konteks ini unsur fleksibilitas memang penting, terutama dalam konteks kebijakan yang dinamis. Dibutuhkan interaksi antara penentu kebijakan dengan aktor UKM dalam mengembangkan proses pengembangan UKM berbasis teknomogi yang terkati erat dengan investasi dan pemasaran.
Dalam menata dan mengembangkan kapabilitas lokal untuk mentransfer teknologi dan inovasi, dibutuhkan kolaborasi, jaringan, dan klaster-klaster. Hal ini memungkinkan perusahaan UKM untuk memperhitungkan tingkat resiko dan biaya, dalam mengakses pasar, baik yang terkait dengan perusahaan kecil, sedang (menengah), dan besar, juga dalam konteks tukar-menukar informasi (sebagai contoh, dalam hal pengembangan teknologi dan pemasaran produk-produk alami) serta hubungan komersial. Dengan demikian, sesungguhnya UKM amat potensial untuk berpartisipasi atau terlibat dalam pasar internasional yang demikian kompetitif.
Struktur pendukung teknis dan komersial, semisal laboratorium litbang, pusat transfer teknologi, fasilitas kontrol kualitas, dan agensi promosi ekspor, haruslah dikembangkan secara seksama. Demikian pula menyoal penciptaan desain dalam memperoleh dan memanfaatkan informasi atas jasa teknologi, kaitannya dengan pengembangan UKM. Dukungan atas struktur teknis dan komersial di atas, memerlukan identifikasi atas kebutuhan, kesesuaian, adaptasi, dan aspek follow-up-nya dalam konteks post-transfer teknologi. Dalam hal ini, masing-masing negara berkesempatan untuk mengembangkan UKM dengan selalu memperhatikan perkembangan teknologi yang ada, tentu saja bila tak mau ketinggalan dengan yang lain.
3.1 Perencanaan dan Pengendalian
Perencanaan dan pengendalian persediaan dan
keuangan, terutama karena kurangnya informasi yang mendukung pengambilan
keputusan. Salah satu penyebabnya adalah tidak memadainya sistem pencatatan
transaksi yang ber hubungan dengan pembelian, bidang penjualan, persediaan, dan
kas, yang dapat digunakan sebagai sumber informasi.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bermaksud untuk mendesain sistem informasi yang dapat digunakan untuk merencanakan dan mengendalikan aktivitas pembelian, penjualan, dan persediaan.
3.2 Sektor Perdagangan
Terdapat beberapa metode yang biasa dilakukan oleh
suatu organisasi atau institusi bisnis dalam membangun dan mengelola Sistem
Informasi yakni, insourcing, cosourcing, danoutsourcing. Setiap metode memiliki
keunggulan dan kelemahannya tersendiri, sehingga tidak ada metode yang mutlak
lebih baik dibandingkan dengan metode lainnya. Akan tetapi, keterbatasan
sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan atau organisasi untuk membangun dan mengelola
sistem informasi dengan baik menyebabkan maraknya penggunaan jasa outsourcing
atau pihak ketiga (vendor) untuk membangun dan mengelola sistem informasi dalam
perusahaan.
Berkaitan dengan beberapa hal yang diuraikan diatas, dalam kesempatan yang baik ini, penulis akan membahas mengenai pengadaan sistem informasi secara outsourcing pada UKM.
3.3 Kelebihan dan Kelemahan Sistem Informasi manajemen dalam UKM
Kelebihan Sistem Informasi Manajemen :
· Umumnya sistem informasi yang dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan perusahaan karena karyawan yang ditugaskan mengerti
kebutuhan sistem dalam perusahaan.
· Biaya pengembangannya relatif lebih murah
karena hanya melibatkan pihak perusahaan.
· Sistem informasi yang dibutuhkan dapat segera
direalisasikan dan dapat segera melakukan perbaikan untuk menyempurnakan sistem
tersebut.
· Sistem informasi yang dibangun sesuai dengan
spesifikasi yang dibutuhkan dan dokumentasi yang disertakan lebih lengkap.
· Mudah untuk melakukan modifikasi dan
pemeliharaan (maintenance) terhadap sistem informasi karena proses
pengembangannya dilakukan oleh karyawan perusahaan tersebut.
· Adanya insentif tambahan bagi karyawan yang
diberi tanggung jawab untuk mengembangkan sistem informasi perusahaan tersebut.
· Lebih mudah melakukan pengawasan (security
access) dan keamanan data lebih terjamin karena hanya melibatkan pihak
perusahaan.
· Sistem informasi yang dikembangkan dapat
diintegrasikan lebih mudah dan lebih baik terhadap sistem yang sudah ada.
· Pengembangan Sistem Informasi dilakukan oleh
internal sehingga penerapannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
· Respon yang cepat bila terjadi masalah dalam
Sistem Informasi sehingga pihak perusahaan langsung dapat langsung
mengkordinasikan dengan karyawan internal.
· Proses pengembangan sistem dapat dikelola dan
dikontrol sebab dikerjakan oleh pihak internal sendiri.
· Dapat dijadikan sebagai keunggulan kompetitif
sebab sekaligus menunjukkan kemandirian dalam berusaha dan menambah rasa
percaya diri perusahaan akan kemampuannya sebab dikerjakan oleh internal
perusahaan.
· Rasa ikut memiliki yang dimiliki oleh pihak
karyawan sehingga dapat mendukung pengembangan sistem yang sedang dijalankan
dan tidak adanya konflik kepentingan bila dibandingkan dengan outsourcing.
· Perusahaan memiliki jaminan maintainance
tanpa adanya ikatan kontrak
· Cocok untuk pengembangan sistem dan proyek
yang kompleks
· Kedekatan departemen yang mengelola Sistem
Informasi dengan end-user sehingga akan mempermudah dalam mengembangkan sistem
sesuai dengan harapan.
· Pengambilan keputusan yang dapat dikendalikan
oleh perusahaan sendiri tanpa adanya intervensi dari pihak luar
Kelemahan Sistem Informasi Manajemen :
· Keterbatasan jumlah dan tingkat kemampuan SDM
yang menguasai teknologi informasi.
· Pengembangan sistem informasi membutuhkan
waktu yang lama karena konsentrasi karyawan harus terbagi dengan pekerjaan
rutin sehari-hari sehingga pelaksanaannya menjadi kurang efektif dan efisien.
· Perubahan dalam teknologi informasi terjadi
secara cepat dan belum tentu perusahaan mampu melakukan adaptasi dengan cepat
sehingga ada peluang teknologi yang digunakan kurang canggih (tidak up to
date).
· Membutuhkan waktu untuk pelatihan bagi
operator dan programmer sehingga ada konsekuensi biaya yang harus dikeluarkan.
· Adanya demotivasi dari karyawan ditugaskan
untuk mengembangkan sistem informasi karena bukan merupakan core competency
pekerjaan mereka.
· Kurangnya tenaga ahli (expert) di bidang
sistem informasi dapat menyebabkan kesalahan persepsi dalam pengembangan distem
dan kesalahan/resiko yang terjadi menjadi tanggung jawab perusahaan (ditanggung
sendiri).
· Perlu waktu yang lama untuk mengembangkan
sistem karena harus dimulai dari nol.
· Sumberdaya internal yang kurang pengalaman
dan pengetahuan sehingga menyebabkan resiko kesalahan pada system.
· Resiko kerugian ditanggung sendiri oleh pihak
perusahaan sehingga menyebabkan kerugian yang lebih besar.
· Kemungkinan program mengandung bug sangat
besar.
· Ketidakterlibatan pihak end user dapat
menyebabkan kemungkinan gagalnya Sistem Informasi seperti yang diharapkan dan
sesuai dengan kebutuhan.
· Kesulitan para pemakai dalam menyatakan
kebutuhan dan kesukaran pengembangan memahami mereka dan seringkali hal ini
membuat para pengembang merasa putus asa.
· Adanya hambatan dana dari pihak manajemen
yang diusulkan oleh divisi khusus (menangani Sistem informasi).
· Batasan biaya dan waktu yang tidak jelas
karena tidak adanya target yang ditetapkan sehingga sulit untuk diprediksi oleh
perusahaan
· Perubahan budaya yang sulit jika diatur oleh
karyawannya sendiri
Di Indonesia, jumlah UKM hingga 2005 mencapai 42,4
juta unit lebih. Pemerintah Indonesia, membina UKM melalui Dinas Koperasi dan
UKM, dimasing-masing Propinsi atau Kabupaten / Kota.
Pengembangan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik dalam sektor tradisional maupun modern.
Pengembangan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik dalam sektor tradisional maupun modern.
Fungsi / Manfaat Sistem Informasi Manajemen
Berdasarkan pada pendapat dari beberapa ahli di
atas, maka terlihat bahwa tujuan dibentuknya Sistem Informasi Manajemen atau
SIM adalah agar organisasi memiliki informasi yang bermanfaat di dalam suatu
pembuatan keputusan manajemen, baik yang meyangkut keputusan-keputusan rutin
maupun keputusan-keputusan yang strategis.
Sehingga SIM adalah suatu sistem yang menyediakan kepada pengelola organisasi data maupun informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
Fungsi dan manfaat dari suatu sistem informasi adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan
aksesibilitas data yang tersaji secara tepat waktu dan akurat bagi para
pemakai, tanpa mengharuskan adanya prantara sistem informasi.
2. Menjamin
tersedianya kualitas dan keterampilan dalam memanfaatkan sistem informasi secara
kritis.
3. Mengembangkan
proses perencanaan yang efektif.
4. Mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan akan keterampilan pendukung sistem informasi.
5. Menetapkan
investasi yang akan diarahkan pada sistem informasi.
6. Mengantisipasi
dan memahami konsekuensi-konsekuensi ekonomis dari sistem informasi dan
teknologi baru.
7. Memperbaiki
produktivitas dalam aplikasi pengembangan dan pemeliharaan sistem.
8. Organisasi
menggunakan sistem informasi untuk mengolah transaksi-transaksi, mengurangi
biaya dan menghasilkan pendapatan sebagai salah satu produk atau pelayanan
mereka.
9. Bank
menggunakan sistem informasi untuk mengolah cek-cek nasabah dan membuat
berbagai laporan rekening koran dan transaksi yang terjadi.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Agar informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi
dapat berguna bagi manajamen, maka analis sistem harus mengetahui
kebutuhan-kebutuhan informasi yang dibutuhkannya, yaitu dengan mengetahui
kegiatan-kegiatan untuk masing-masing tingkat (level) manajemen dan tipe
keputusan yang diambilnya.
Dan dalam menata dan mengembangkan kapabilitas lokal untuk mentransfer teknologi dan inovasi, dibutuhkan kolaborasi, jaringan, dan klaster-klaster. Kemungkinan perusahaan UKM untuk memperhitungkan tingkat resiko dan biaya, dalam mengakses pasar, baik yang terkait dengan perusahaan kecil, sedang (menengah), dan besar, juga dalam konteks tukar-menukar informasi (sebagai contoh, dalam hal pengembangan teknologi dan pemasaran produk-produk alami) serta hubungan komersial. Dengan demikian, sesungguhnya UKM amat potensial untuk berpartisipasi atau terlibat dalam pasar internasional yang demikian kompetitif.
4.2 Saran
Menurut saya, sistem informasi manajemen masih belum
tertata dengan baik di Indonesia.
Karena ruang lingkup untuk usaha kecil dan menengah (UKM) tidak banyak menggunakan metode insourcing, cosourcing, danoutsourcing. Setiap metode memiliki keunggulan dan kelemahannya tersendiri, sehingga tidak ada metode yang mutlak lebih baik dibandingkan dengan metode lainnya. Perencanaan dan pengendalian dapat digunakan untuk aktivitas pembelian, penjualan, dan persediaan.
Karena ruang lingkup untuk usaha kecil dan menengah (UKM) tidak banyak menggunakan metode insourcing, cosourcing, danoutsourcing. Setiap metode memiliki keunggulan dan kelemahannya tersendiri, sehingga tidak ada metode yang mutlak lebih baik dibandingkan dengan metode lainnya. Perencanaan dan pengendalian dapat digunakan untuk aktivitas pembelian, penjualan, dan persediaan.
PENUTUP
Dari semua penjelasan yang ada pada Bab Pembahasan
maka dapat disimpulkan bahwa mempelajari seluk beluk Sistem Informasi Manajemen
di Indonesia sangat bermanfaat sekali bagi masyarakat khususnya tidak bisa
dipisahkan dalam dunia bisnis, tetapi juga bisa sangat merugikan bagi kita
maupun masyarakat luas jika kita tidak memahami seluk beluk tersebut. Didalam
Laporan ini kami juga mengetahui bagai mana pentingnya mempelajari hal tersebut
dan jangan sampai tertinggal dengan arus globalisasi perekonomian yang semakin
berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar